Ngopi Sambil Membaca Kebijakan Pemerintah Yang Bertolak Belakang Dalam Memerangi Kasus Convid-19


Kopi sudah kandas dipanta cangkir, tapi kebijakan Pemerintah belum selaras untuk memerangi kasus Convid-19. Kurang lebih dua pekan terakhir ini Pemerintah sibuk berperang melawan Virus Corona yang membuat panik masyarakat Indonesia. Masyarakat panik karena virus ini menular sangat cepat dan dengan berbagai cara dapat tertular ke orang lain, walaupun sudah bisa dipastikan vaksinnya sudah ditemukan. Namun, untuk Indonesia sendiri belum menyediakan vaksin yang memadai.

Sebegitu paniknya serta dengan desakan dari Mahasiswa dan masyarakat membuat Gubernur Provinsi paling timur Indonesia mengambil kebijakan, tidak lain adalah menutup akses masuk ke Papua selama 14 hari atau dua pekan, terhitung sejak hari ini (24/03/2020) di Ibu Kota Provinsi Papua Jayapura. Kebijakan Gubernur ini tidak lain adalah untuk melingdungi orang Papua dari ancaman virus yang sangat ganas tersebut. Tetapi hal ini dinilai lain oleh pusat.

Dalam pidato kenegaraan dilain tempat Presiden ke tujuh Republik Indonesia menegaskan bahwa, untuk saat ini tidak ada LockDown. “Perlu saya tegaskan yang pertama, bahwa kebijakan Lockdown baik ditingkat nasional maupun ditingkat daerah adalah kebijakan Pemerintah Pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil Pemerintah Daerah dan sampai saat ini tidak ada lockdown. Sekarang ini yang paling penting yang perlu dilakukan bagimana kita mengurangi mobilitas orang dari suatu tempat ke tempat lain”. Pidato Presiden Republik Indonesia.

Dari isi pidato Presiden dengan melihat kebijakan yang sudah ditandatangi oleh Pemerintah Daerah Papua dan seluruh stackholder yang terlibat tentu sangat menarik untuk kita melihat dan membuat suatu argument berdasarkan dua keputusan tersebut. 

Yang pertama : Keputusan yang diambil sudah pasti mengacu kepada Undang-undang Otonomi Khusus tahun 2001. Dari undang-undang ini tentu sudah jelas bahwa setiap daerah otonomi punya kebijakan dalam menentukan dan mengambil keputusan sendiri. Serta beberapa pertimbangan demi Orang asli Papua sehingga Gubernur Provinsi Papua mengambil tindakan yang mungkin menurut Pemerintah pusat tidak mematuhi Pemerintah Pusat. Dan yang manarik didalam isi surat keputusan tersebut ada tercantum beberapa tandatangan yang boleh dibilang mereka juga orang-orang penting di Provinsi Papua dalam Pemerintahan. 
Selain Bapak Gubernur Bpk. Lukas Enembe, SIP, MH, ada PANGDAM XVII/Cenderawasih Bpk. Mayjen. TNI Herman Asaribab, Kapolda Provinsi Papua Bpk. IRJENPOL. Drs. Paulus Waterpauw, Ketua MRP Provinsi Papua Bpk. Timotius Murid. Dan ada beberapa nama lain yang mempunyai andil besar dalam mengambil keputusan seperti DPRP, Kajati Provinsi Papua, Rektor UNCEN dan lainnya.

Yang Kedua : Langsung direspon cepat oleh Pemerintah pusat. Isi pidato Presiden diatas Dia sekali-kali menegaskan bahwa belum ada kebijakan Lockdown artinya Pemerintah Daerah tidak boleh mengambil kuputusan lockdown, jika itu bukan kebijakan secara nasional.
Kesimpulan : Pemerintah daerah tetap berpatokan pada Undang-undang Otonomi Khusus, jika Pemerintah Daerah menarik kembali kebijakannya sama saja meraka tidak patut untuk UUD Otonomi Khusus. Pemerintah Pusat bagimanapun juga harus taat kepada Undang-undang karena ini Negara yang berpayung hukum. 

Jika hal ini tidak diantisipasi dengan baik, akan berdampak buruk untuk Indonesia. Kerugian besar sudah menanti di depan mata, berbagai kebijakan sudah dilakukan Presiden dengan memangkas dana rencana Pembangunan ke biaya penangan Virus Corona dari APBD maupun APBN. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan menambah hutang Indonesia ke Luar Negeri membengkak dengan dratis. Akhir kata semoga bencana non alam ini cepat berlalu, dan kita kembali pada aktivitas seperti biasannya.

0 Comments:

Post a Comment